ad728

Breaking News

Korban ITE Kumpulkan Sumbangan Untuk Bantu Nuril, ICJR Serukan Presiden Jokowi Pertimbangkan Amnesti

Baiq Nuril/Photo VOA Indonesia


Surabaya, Srikandi Indonesia - Di lansir dari laman berita VOA Indonesia seorang guru hononer di SMAN 7 Mataram Baiq Nuril menjadi korban pelecehan seksual dan divonis bersalah melanggar UU Informatika dan transaksi Electronika dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia



“Ia masih shock, apalagi orang tuanya jatuh sakit setelah mendengar kabar putusan kasasi MA itu,” ujar Joko Jumadi, kuasa hukum Baiq Nuril, ketika dihubungi VOA melalui telepon Rabu malam.
Tetapi Joko menegaskan bahwa Baiq Nuril siap mengajukan “peninjauan kembali” atau PK terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung 9 November lalu yang menyatakan ia bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan” dan menjatuhkan hukuman pidana penjara enam bulan dan denda 500 juta rupiah. Hakim kasasi juga menambahkan bahwa jika pidana denda tidak dibayar, maka harus diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Putusan kasasi Mahkamah Agung itu membatalkan vonis Pengadilan Negeri Mataram Juli 2017 lalu, yang menyatakan Nuril tidak bersalah karena tidak terbukti menyebarkan konten bermuatan pelanggaran kesusilaan dan membebaskannya dari status tahanan kota.
Hakim ketika itu juga memutuskan bahwa Nuril adalah korban pelecehan seksual atasannya dan perbuatan merekam perlakuan atasannya bukan merupakan tindak pidana.
“Itulah sebabnya kami sendiri cukup kaget (dengan putusan kasasi MA, red.) karena sejak awal kami yakin Nuril tidak bersalah. Apalagi fakta persidangan sangat mendukung keyakinan kami tersebut. Ini didukung hakim pengadilan negeri yang berpendapat sama dengan kami, sehingga ketika itu memutus bebas Nuril,” ujar Joko Susilo
Baiq Nuril Maknun awalnya bekerja sebagai guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Ia mulai resah ketika berulangkali dilecehkan oleh M, kepala sekolah tempatnya bekerja, dan kemudian bergulir menjadi cerita tak sedap bahwa ia memiliki hubungan gelap dengan sang kepala sekolah.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), salah satu organisasi yang mengamati kasus hukum Nuril, mengatakan kepada VOA bahwa “Nuril ditelepon oleh M yang menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya. Merasa tidak nyaman dengan hal tersebut dan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat hubungan gelap seperti yang dibicarakan orang di sekitarnya, Nuril merekam pembicarannya.”
ICJR menambahkan bahwa “bukan atas kehendaknya, kemudian rekaman itu menyebar sehingga M melaporkannya dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat 1 UU ITE.”
ICJR dalam keterangan persnya menyesalkan dan mempertanyakan putusan kasasi Mahkamah Agung yang dinilai “tidak hati-hati” karena “unsur Pasal 27 ayat 1 UU ITE harus dikaitkan dengan pasal kesusilaan dalam KUHP dimana perbuatan yang dilarang adalah penyebaran konten bermuatan pelanggaran asusila yang diniatkan untuk disebarkan di muka umum.” ICJR menggarisbawahi bahwa Nuril – berdasarkan fakta persidangan – tidak pernah menyebarkan konten pelanggaran asusila itu, tetapi justru pihak lain yang menyebarkannya.
ICJR menambahkan bahwa berdasarkan niat Nuril merekam pembicaraannya dengan M, sebagai upaya membela diri dan peringatan kepada orang lain agar tidak menjadi korban M seperti dirinya, merupakan perbuatan yang tidak dapat dipidana.
Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, mengatakan “hingga saat ini belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung sehingga belum mengetahui apa pertimbangan hakim dalam memutus kasus tersebut.”
Sejumlah korban UU ITE yang tergabung dalam Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE) mulai Rabu malam bergerak mengajak warga membantu Baiq Nuril membayar denda 500 juta yang diputuskan Mahkamah Agung.
Anindya Shabrina, korban UU ITE yang juga sekretaris paguyuban itu, lewat kitabisa.com/saveibunuril mengatakan terdorong membantu karena mengalami hal serupa.

“Saya seorang perempuan yang saat ini juga berhadapan dengan UU ITE, dengan kasus serupa seperti yang dialami Bu Nuril. Ini adalah cermin institusi hukum kita yang lagi-lagi gagal melindungi perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual. Kami yang seharusnya dilindungi, malah dijadikan pelaku kriminalitas. Saya tak ingin diam melihat Ibu Nuril dipenjara,” ujar Anindya.
Hingga laporan ini disampaikan Kamis pagi (15/11), sudah terkumpul lebih dari 75 juta rupiah.
Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, menyambut baik upaya masyarakat mengumpulkan donasi dan menyuarakan ketidakadilan yang dialami kliennya, tetapi ia mengatakan sedang menyusun PK untuk melanjutkan upaya hukum Nuril.
Sementara ICJR menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti.
“Kami memahami bahwa selama ini secara nasional maupun internasional, amnesti utamanya diberikan kepada seseorang yang terbukti melakukan kejahatan politik,” ujar Anggara, Direktur Eksekutif ICJR.
“Namun atas nama kemanusiaan dan kepentingan negara melindungi korban kekerasan seksual, Presiden Jokowi dapat mempertimbangkan untuk memberikan amnesti. Pemberian amnesti akan menunjukkan upaya memperkokoh perlindungan terhadap hak korban atau korban kekerasan seksual dalam kasus ini,” tambahnya.
Upaya VOA untuk mendapatkan informasi dari Mahkamah Agung tentang putusan kasasi ini belum membuahkan hasil. (VOA Indonesia/kanal)

Tidak ada komentar